Category Archives: Lain-lain

Tertunda

Semuanya abu-abu. Satu menit kemudian, hitam yang menjadi nyata. Kini, aku telah bersama sosok yang mengasihiku. Kami berhadapan. Harum semerbak dari tubuhnya yang berbalut kain putih bersih. Senyumannya menghidupkan bunga yang mati dua tahun lalu. Sesaat tenang.
“Tanganmu.” Ia meminta tanganku. Kuberikan kedua tanganku padanya.
“Percaya!” Ia melepaskan tangan kiriku. Ia menggandeng tangan kananku melewati hutan cemara. Hutan ini terbelah oleh jalan setapak menuju suatu tempat yang aku tak tahu itu apa. Kanan kiri kami hanya jejeran rapat cemara yang daunnya hitam. Kami terus berjalan. Kudongakkan kepala. Merah, langit semerah darah, namun gumpalan awannya berwarna merah muda.
Tetiba aku pusing, aku bersandar pada bahu kirinya. Ketika ku bersandar, ketika kulitku menyentuh bahunya, muncul kilauan putih, dan aku seketika lemas.

Kini aku berada di depan altar, bersama calon suamiku, pria yang ingin aku musnahkan sejak dulu. Pria ini membuatku terpaksa hidup, terpaksa berdiri sok bahagia di altar ini.
“Atas nama Tuhan Yesus, aku nyatakan kalian sah menjadi suami dan istri.”
“Sial!” Aku memakinya. Sial sekali ia menyatukan aku dengan pria menjijikkan ini. Pria ini menarik lembut wajahku, semakin dekat dengan wajahnya. Ia menciumku. Lidah bermain hebat seraya melepaskan racun-racun yang semakin membuat tubuh ini ternista.

Hari pertama, darah perawanku mengalir sudah. Sungguh aku ingin mati lagi, namun 100 nyawanya satu per satu telah ia sumbangkan untukku. “Aku tak butuh sumbangan nyawa!” Makiku dalam hati. Aku hanya diam menatap langit-langit walau ia begitu bersemangat menikmati tubuhku. Aku hanya menutup mata. Gelap.

Kini aku sampai pada hari itu, dua tahun lalu. Aku muak dengan dunia ini, tak perlu aku jelaskan kenapa. Perlukah? Singkatnya, kepura-puraan dan ketidakadilan yang membuatku memutuskan untuk mengakhiri hidupku. Kepura-puraan mereka, itu hal yang sangat menjijikkan, namun itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan tingkah pria yang menciumku di altar itu.
Sudah kuputuskan, pisau kecil ini yang harus menyudahi penderitaanku ini. Hari itu, indah, sepi. Anginnya berhembus tenang. Ku lihat dari dalam kamarku, daun-daun di luar sana ikut gugur seperti usiaku yang akan gugur sebentar lagi. Aku tersenyum. Bahagia.
Aku tersenyum pada pisau kecil di genggamanku ini. Ujungnya berkilau membalas senyumku. Kamar yang catnya putih ini, ia sangat tenang menyambutku di dunia yang lain. Tempat tidur berukuran single ini menopang tubuhku. Ku tusukkan pisau ini ke pergelangan tanganku.
“Aaaaaaah…” Aku menjerit kesakitan. Mataku mulai tidak fokus. Di mataku hanya ada darah mengalir tenang. Mengalir… menarik nyawaku keluar dari jasad ini. Gelap…

Terang… Gelap… Abu-abu… Terang… Putih.

Aku tersenyum, bangun dari tidur penuh semangat.
“Sakit! Sial! Sial, aku masih hidup!” Jarum infus yang ada ditanganku bergeser karena kencangnya gerakan tanganku. Sialnya lagi, aku melihatnya. Aku melihatnya. Dia, pria di altar itu menyebabkan aku hidup lagi. Terpaksa aku hidup lagin terpaksa aku tidur lagi.
Aku buka mata lagi.
“Ah, sial, sekarang dia suamiku.” Hatiku menegaskan kesialan hidupku. Ku tunggu hingga malam ke dua, baru bisa ku sudahi hidupnya, agar ia tidak membuatku terus hidup. Aku menahan amarah selama dua tahun ini dan menurutku cukup sudah aku terus hidup. Ia melebihi Tuhan Yesus yang katanya hebat itu. Ia lebih hebat dari Yesus.
“Aku mati, harusnya aku mati, harusnya aku mati…” Hanya itu yang diucapkan hatiku. Pria yang kini menjadi suamiku itu, pria yang menjijikkan itu, dia menghidupkanku lagi. Aku butuh kematian. Aku harus mematikannya dulu.
Di hari ke dua pernikahan kami, sebelum aku tidur, maaf, sebelum kami tidur, ku minta ia menemaniku minum teh yang sebenarnya adalah air terakhir yang akan melewati tenggorokannya, sebelum nyawanya melewati tenggorokannya.
“Aku ke dapur bentar ya, say.”
“Iya.” Ia tersenyum padaku. Senyum terakhirnya.
Sekembalinya aku dari dapur, langsung kugorok lehernya dari belakang dengan pisau yang gagal membawaku kepada kematian. Gelas di hadapannya yang berisi teh itu berubah jadi merah oleh darah yang menyembur dari lehernya. Kepalanya membentur meja makan. Darahnya menggenang di permukaannya.
Ku cuci tanganku. Aku tak mau ada jejak darahnya mengikutiku pergi ke alam sana. Segera ku langkahkan kaki menuju kamar yang kemarin milik kami berdua. Aku berbaring di atasnya. Pisau tadi, menusuk leherku juga. Aku tersenyum tenang. Aku mati. Mati.

Kini ku melangkah lemas. Luka di leherku masih jelas terlihat. Kami sudah sampai di ujung jalan. Tidak ada lagi cemara hitam itu. Hanya ada jurang, tersisa jurang. Ia mendorongku. Ku yakin, pria baik ini mengirimku ke tempat yang tenang. Ku ucapkan selamat tinggal padanya. Ia tidak tersenyum. Kini, aku kesakitan. Ku pikir aku hidup lagi. Ternyata, aku dalam kesakitan yang abadi di kawah api ini. Bersama jiwa kesakitan lainnya. Aku (mungkin) abadi di sini. Ternyata ia tidak baik.


RWS, tengah 2014.

Jahat

Seutas tali sepanjang 50 senti aku tarik dari dasar sungai yang bening. Airnya mengalir, dipenuhi ikan-ikan kecil yang  melawan arus. Aku menarik tali itu bukan karena aku suka tali itu, bukan untuk membersihkan sungai. Aku tarik tali itu, ingin mengganggu ikan yang sedang berusaha.

Ini bukan tentang kamu atau aku, ini tentang Si Bolang yang sedang bermain di pinggir sungai di kampung halamannya.

Jeanne Arthes – Amore Mio

Informasi umum:

  1. Amore Mio harganya cukup murah, antara Rp 180.000 – Rp 400.000.
  2. Seri Amore Mio aromanya cenderung manis buah dan bunga.
  3. Nggak masuk Top Five Perfume in the World tapi tetep jadi favorit banyak orang. (Mungkin karena murah)
  4. Biasa dijual di toko perfume dari Perancis (yang di mall) dan Matahari Dept.store.
  5. Seri Amore Mio ini banyak variannya.
  6. Banyak juga toko perfume abal – pro yang malsuin parfum ini, dan sayangnya banyak juga yang tertipu. 😦

Info khusus (karakter dan pemakaian):

  1. Amore Mio cocok untuk musim semi dan panas karena aromanya cenderung manis, ringan dan segar.
  2. Cocok digunakan di bawah panas matahari dan di dalam ruangan ber-AC.
  3. Disemprot ke kulit cuma tahan ± 3 jam, ke baju bisa ± 10 jam. (indoor non AC)
  4. Penggunaan indoor (ber-AC): semprot ke baju akan lebih awet dibanding semprot ke kulit.
  5. Penggunaan outdoor (yang terpapar panas matahari): semprot ke kulit akan lebih lama dibanding semprot ke baju. Semakin kena panas, wanginya akan semakin kenceng dan tahan lama.

Info khusus (bedain yang asli dan yang palsu):

  1. Kepala ular
    Yang asli jelas ada kepala ularnya. Yang asli, kepala ularnya bersisik dan sisiknya gak ngeletek, ujung ekornya jatuh pas di tulisan Grasse.
  2. Kepala penyemprot
    Yang asli, di bawah kepala ular pasti ada ukiran JA seperti pada bagian atas kotak perfume.
  3. Kelopak bunga
    Pada tengah botol yang rata (yang terdapat tulisan Amore Mio) pasti ada cekungan yang berbentuk seperti kelopak bunga yang tersusun seperti bunga. Yang asli, jumlahnya pasti ada 6 kelopak.
  4. Kode botol VS kode kotak
    Yang asli, kode di botol bagian bawah pasti akan sama dengan kode yang di kotak. Contohnya: botol yg saya punya berkode X176, sama seperti yang tertera di kotaknya.
  5. Ukiran timbul
    Yang asli, di botolnya di bawah tulisan made in France pasti ada ukiran timbulnya.

Kesimpulan bagian “asli atau palsu” ini:
yang saya sebutin di atas memang bisa dicek kebenarannya ketika barang udah dibeli dan udah dibuka, jadinya ya gak bisa mencegah seseorang beli Amore Mio palsu. Ya kalopun Amore Mio yg udah kebeli ternyata yang palsu, ya paling gak dapet pelajaran untuk nggak beli Amore Mio di tempat itu lagi, beli aja di tempat yang udah saya sebutkan di atas.

Terra Aeolus*

Ku tarik kakiku dari kedalaman air

Ku biarkan tanah lunak menyambutnya

Ku biarkan bebatuan kecil menyambutnya

Masih banyak yang ingin menyambutnya

Kaki disambut tanah tepi kolam

Rambutku ditarik ke tanah bebatuan

Kaki disambut bebatuan kecil

Aku ditarik ke hutan musim gugur

Ia menarikku, menarik dedaunan jatuh

Ia menahan kakiku tetap di bumi

Ia menarikku menuju tempat baru

Kepada mereka kupercayakan semua

Terra dan Aeolus

Ia ayah bundaku

Terbitnya surya  di sana

Auman singa membangunkanku

Rusa berlarian meminta kukejar

Romantika di atas tanahNya

Kami menjejak di tanahNya

Angin lembut dalam imaji

Mengelak adalah hal sia-sia

Omnipresence, tak tersentuh

Leburkan jiwa panas

Utarakan emosi segala penjuru

Sebarkan bibit baru kehidupan

Terra, ibuku di bumi

Aeolus, ayahku di atas sana

RoWiSe, 6/6/14.

*Dewa dan dewi dalam mitologi Yunani.

Samsara

Ilalang bergoyang sendu

Diinjak burung pemangsa biji

Ia merah, yang lain coklat

Tetap, ia tetap burung yang sama

Dalam samsara, ia merasa pedih

Merah bukan coklat, coklat bukan merah

Ia bersama samsara, tidak lagi coklat

Sampai ajal, ia tetap burung merah

Rws.11/3/14